Rata-rata bakmie Khek di Medan itu non-halal. Namun ga dengan yang satu ini. Mie khek, demikian ditulis di banner depan rumah makan, meniadakan kata ‘Bak’ yang sinonim dengan daging babi.
Mie pangsit khek Bireuen Aci ini originalnya berasal dari kota Bireuen, Aceh. Berbisnis di kota yang mayoritas penduduknya muslim itu tentu saja lazim jika meniadakan daging babi agar dapat menjangkau pasar yang lebih besar.
Kurang lebih setahun yang lalu, mereka mulai membuka cabangnya di Jalan Sabarudin. Saya pun baru tau ketika dihubungi owner yang request agar tempatnya direview.
Ada 2 jenis mie khek yang dijual disini, mie sawi dan standar. Sebenarnya dari kedua jenis ini, tidak ada perbedaan mencolok kecuali warnanya. “Yang satu pake sawi, gitu aja…” ucap akoh yang belum fasih bahasa hokkien.
Satu porsi mie khek ini cuman 9 ribu, harga yang fantastis murah. Porsi yang ditawarkan cukup untuk mengganjal perut di pagi hari, walau untuk pria, porsi ini tergolong kecil.
Potongan sawi rebus, tauge, sebiji pangsit, dan daging cincang melengkapi hidangan sederhana ini. Daging cincang ini terbuat dari ayam kampung yang didatangkan dari Bireuen.
Selain mie khek, tersedia juga lau su pan, bihun, dan kwetiaw, masing-masing dengan lauk dan garnish yang sama.
Untuk semangkuk mie dengan harga ekonomis, rasa yang ditawarkan cukup baik. Mienya sedikit kenyal, plus poin tanpa bau air abu. Overall, murah tanpa kesan murahan.
Mie Pangsit Khek Bireuen
Jalan Sabarudin no 44AA/88